Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf


MAKALAH
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ABU YUSUF
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
    


Dosen
Dr. Euis Amalia, , M.Ag




Oleh
Qurrotul Uyun
5051050007


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kekayaan Islam dibeberapa abad  silam, bukan saja pada wilayah yang luas dan komunitas umat yang banyak. Namun, kekayaan ini dapat dilihat juga dari khazanah ilmu berkualitas dan pemikir-pemikir yang mempunyai pemahaman yang mendalam pada bidangnya masing-masing. Pemikir-pemikir ekonomi Islam merupakan salah satu pembentuk dari satu kesatuan sistem yang sempurna. Mereka merupakan pilar-pilar yang menjadi topangan yang memberikan kontribusi yang besar dari sudut ekonomi.
Secara umum  M. Anis Matta, dalam  buku ‘ Wawasan Islam dan Ekonomi, menuliskan sejarah pemikiran ekonomi Islam memiliki beberapa masa, masa-masa tersebut yaitu: Masa wahyu, dimana peradaban Islam dimulai, dengan berbagai aktivitas dan sistem mulai dibentuk. Sistem Ekonomi sebagai salah satu sistem tersebut juga menjadi bagian yang mendapatkan tuntunan langsung dari Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Masa ekspansi, merupakan masa perluasan Islam. Sehingga menimbulkan sejumlah Ijtihad berkaitan dengan pengembangan berbagai subsistem, termasuk didalamnya subsistem ekonomi dan keuangan.
Selanjutnya memasuki masa  ijtihad, dimana ilmu-ilmu yang ada waktu itu mulai disusun dalam kitab-kitab yang selanjutnya menjadi literatur-literatur sebagai bahan referensi dan kekayaan ilmu-ilmu yang dimiliki islam. Dan tentunya Ilmu ekonomi merupakan bagian penting dimasa itu untuk kemudian juga turut dibukukan. Pada akhirnya Anis Matta menyebutkan terjadi masa stagnasi pemikiran. Dimasa ini isu penutupan pintu ijtihad mulai muncul yang kemudian menjadi keyakinan umum dikalangan umat islam.
Dilihat dari waktu dimana para pemikir-pemikir ekonomi islam hidup, dapat dibagi menjadi dua jenis pemikir, yaitu ; para pemikir yang hidup sebelum abad 20 yang disebut pemikir ekonomi islam klasik dan pemikir-pemikir yang hidup setelah abad 20 yang disebut sebagai pemikir ekonomi islam kontemporer. Adapun sedikit pembahasan disini ialah akan kita kaji lebih jauh (tapak tilas) salah seorang pemikir ekonomi islam klasik, yaitu Abu Yusuf yang hidup pada periode 113-182 H.[1]




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Biografi Abu Yusuf
Abu Yusuf  Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad Al- Anshari Al- Jalbi Al-Kufi Al-Bagdadi, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Yusuf, lahir di kufah pada tahun 113 h (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M). dari nasab ibunya, ia masih mempunyai hubungan darah dengan salah seorang sahabat Rasulullah Saw, Sa’ad Al- Anshari.[2] Keluarganya sendiri bukan berasal dari lingkungan berada. Namun demikian, sejak kecil, ia mempunyai minat yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini tampak dipengaruhi oleh suasana kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat peradaban islam, tempat para cendikiawan muslim dari seluruh penjuru dunia islam dating silih berganti untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan.
Abu Yusuf menimba berbagai ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu Muhammad atho bin as-saib Al-Kufi, sulaiman bin Mahram Al-A’masy, Hisyam bin Urwah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, Muhammad bin Ishaq bin Yassar bin Jabbar, dan Al-Hajjaj bin Arthah. Selain itu, ia juga menuntut ilmu kepada Abu Hanifah hingga yang terahir namanya disebut ia meninggal dunai. Selama tujuh belas tahun, Abu Yusuf tiada henti-hentinya belajar kepada pendiri madzhab Hanafi tersebut. Ia pun terkenal sebagai salah satu murid terkemuka Abu Hanifah. Sepeninggal gurunya, Abu Yusuf bersama Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani menjadi tokoh pelopor dalam  menyebarkan dan mengembangkan madzhab Hanafi.
Berkat bimbingan para gurunya serta ditunjang oleh ketekunan dan kecerdasannya, Abu Yusuf tumbuh sebagai seorang alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik ulama, penguasa maupun masyarakat umum. Tidak jarang berbagai pendapatnya dijadikan acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin belajar kepadanya. Di antara tokoh besar yang menjadi muridnya adalah Muhammad bin Al-Hasan Al- Syaibani, Ahmad bin hambal, Yazid bin Harun Al-Wasithi, Al-Hasan bin Ziyad Al-lu’lui, dan yahya bin Adam Al-qarasy. Di sisi lain, sebagai salah satu bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya, khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun Al- Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai ketua Mahkamah Agung (qhadi al-qhadah).
Secara umum, Abu Yusuf mendalami ilmu fikih. Karena kertertarikan beliau dalam bidang fikih, beliaupun belajar pada Imam Abu Hanifah. Ketekunan dalam belajar membuat Abu Yusuf menyusun buku-buku yang merupakan buku pertama tentang kajian fikih yang beredar pada masa itu. Dalam lingkungan peradilan dan mahkamah-mahkamah resmi, banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh Mazhab Hanafi, sehingga membuat Abu Yusuf terkenal ke berbagai negeri seiring dengan perkembangan Mazhab Hanafi. Beliaupun banyak mempelajari hadist dan meriwayatkan hadist. Banyak diantara para ahli hadist yang memuji kemampuannya dalam periwayatan hadist.
Abu Yusuf adalah seorang mufti pada masa kekhalifahan Harun al Rasyid. Jabatan penting yang pernah diamanahi pada Abu Yusuf [3]:
1. Pada tahun 159-169 H/775-785 M Abu Yusuf diangkat sebagai hakim oleh Khalifah Abbasiyah, al Mahdi di Baghdad Timur. Jabatan ini terus dipegangnya sampai masa kekhalifahan al Hadi pada tahun 169-170 H/785-786 M. Jabatan yang dipegangnya pada masa ini hanya memberi wewenang kepadanya untuk memutuskan perkara yang diajukan serta memberi fatwa bagi yang membutuhkannya.
2. Pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar Rasyid, tahun 170-194 H/786-809 M, beliau menjabat sebagai ketua para hakim (Qadi al Qudah, seperti ketua Mahkamah Agung pada masa sekarang) pertama Daulah Abbasiyah. Jabatan ini belum pernah ada sejak Bani Umayyah sampai pada masa Khalifah al Mahdi dari Daulah Abbasiyah. Pada masa ini, wewenang dan tanggungjawabnya sebagai hakim lebih luas, yaitu disamping memutuskan perkara, juga bertanggungjawab menyusun materi hukum yang diterapkan oleh para hakim. Wewenangnya yang paling penting adalah mengangkat para hakim di seluruh negeri.
B.       Karya-Karya Abu Yusuf
Diantara sela-sela kesibukannya melaksankan juga sebagai murid, guru, hakim, dan kemudian pejabat penting dalam kehakiman, Abu yusuf masih sempat menulis berbagia buku yang berpengaruh besar dalam memperbaiki system pemerintahan dan peradilan serta penyebaran mazhab Hanafi. Beberapa diantara karyanya adalah sebagai berikut :[4]
1.      Kitab al-Asar.  Didalam kitab ini dimuat hadis yang diriwayatkan dari ayah dan gurunya. Ia mengemukakan pendapat gurunya, Imam Abu hanifah, kemudian pendapatnya sendiri dan menjelaskan sebab terjadinya perbedaan pendapat mereka.
2.      Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa ibn Abi Laila.  Didalamnya dikemukakan pendapat Imam Abu Hanifah dan ibn Abi Laila serta perbedaan pendapat mereka.
3.      Kitab ar-Radd ’ala Siyar al-Auza’i.  Kitab ini memuat perbedaan pendapatnya dengan Abdurahman al-Auzai tentang perang dan jihad.
4.      Kitab al-Kharaj.  Kitab ini merupakan kitab terpopuler dari karya-karyanya.  Didalam kitab ini , ia menuangkan pemikiran fiqihnya dalam berbagai aspek, seperti keuangan negara, pajak tanah, pemerintahan dan musyawarah.
Abu Yusuf dalam menulis karyanya menggunakan metode[5]Pertama, menggabungkan metode fuqaha' (aliran ra'y) di Kufah dengan metode fuqaha' (aliran al-hadis) di Madinah. Kedua, merumuskan hukum sejalan dengan fenomena aktual di tengah masyarakat sehingga pendapat-pendapat beliau dalam bidang fiqh sangat aplikatif dan realistis, pengalamannya menjadi hakim membuatnya banyak menghindari rumusan fiqh yang asumtif (iftiradhi) seperti umumnya fuqaha' Hanafiyah. Ketiga, bebas berpendapat. Kemampuan Abu Yusuf menggabungkan metode fuqaha' aliran ra'yi dan aliran hadis membentuknya menjadi faqih independen, tidak berpihak kepada pendapat tertentu secara subyektif, melakukan ijtihad secara mandiri dan tidak terpengaruh oleh pendapat guru-gurunya. Keempat, komitmen Abu Yusuf pada sumber-sumber tekstual dan rasional. Metode ini menjadi tradsisi para ulama ahl al-ra'y, sehingga tidak rigid dalam ruang nalar qiyasi sempit, tetapi juga mengembangkan nalar istihsan dan mempertimbangkan al-'urf atau kebiasaan terpuji yang berlaku di tengah masyarakat.
Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah Kitab al-Kharaj (buku tentang perpajakan). Kitab yang ditulis oleh Abu Yusuf ini bukanlah kitab pertama yang membahas masalah al-Kharaj atau perpajakan. Para sejarahwan muslim sepakat bahwa orang pertama yang menulis kitab dengan mengangkat tema al-Kharaj adalah Mu’awiyah bin Ubaidillah bin Yasar (W. 170 H), seorang Yahudi yang memeluk agama Islam dan menjadi sekertaris khalifah Abu Abdillah Muhammad al-Mahdi (158-169 H/ 755-785 M). namun sayangnya, karya pertama di bidang perpajakan dalam islam tersebut hilang ditelan zaman.
Penulisan kitab al-Kharaj versi Abu Yusuf didasarkan pada perintah dan pertanyaan khalifah Harun al-Rasyid mengenai berbagai persoalan perpajakan. Dengan demikian, kitab al-Kharaj ini mempunyai orientasi birokratik karena ditulis untuk merespon permintaan khalifah Harun ar-Rasyid yang ingin menjadikannya sebagi buku petunjuk administratif dalam rangka mengelola lembaga baitul mal dengan baik dan benar, sehingga Negara dapat hidup makmur dan rakyat tidak terdzalimi.
Sekalipun berjudul al-Kharaj, kitab tersebut tidak hanya mengandung pembahasan tentang al-Kharaj, melainkan juga meliputi berbagai sumber pendapatan Negara lainnya, seperti Ghanimah, Fai, Kharaj, ushr, jizyah, dan shadaqah, yang dilengkapi dengan cara-cara bagaimana mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta tersebut sesuai dengan syari’ah Islam berdasarkan dalil-dalil naqliyah (al-Qur’an dan Hadist) dan aqliyah (Rasional). Metode penulisan dengan mengombinasikan dalil-dalil naqliyah dengna dalil-dalil aqliyah ini menjadi pembeda antara kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf dengan kitab-kitab al-Kharaj yang muncul pada periode berikutnya, terutama kitab al-Karaj karya Yahya bin Adam al-Qarasy yang mnggunakan metode penulisan berdasarkan dalil-dalil naqliah saja.
Penggunaan dalil-dalil aqliah, baik dalam kitab al-Kharaj maupun dalam kitabnya, hanya dilakukan Abu Yusuf pada kasus-kasus tertentu yang menurutnya tidak diatur didalam nash atau tidak terdapat hadist-hadist shahih yang dapat dijadikan pegangan. Dalam hal ini, ia menggunakan dalil-dalil aqliyah hanya dalam konteks untuk mewujudkan al-Mashlahah al-Ammah (kemaslahatan umum).
C.      Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
1.    Kebijakan fiskal
a.    Kedudukan Kitab Al-Kharaj
Sebelum mengupas isi pikiran yang dikandung dalam kitab al-kharaj perlu kiranya memahami beberapa hal yang menyangkut urgensi dan kedudukan serta arti penting kitab ini di kalangan masyarakat ilmuwan muslim [6]:
?  Ditinjau dari sejarah, kitab ini merupakan salah satu diantara karya ilmiah tertrulis pertama yang diwariskan oleh generasi salaf pada generasi beikutnya yang terpelihara secara utuh hingga sekarang.
?  Pendorong utama untuk menulis kitab ini adalah permintaan dari seorang penguasa (khalifah) yang memiliki reputasi yang sangat berhasil dalam bidang politik, ekonomi, pembangunan dan kemakmuran sejarah telah mencatat bahwa periode Harun Al-Rasyid (170-193 H/ 786-809 M) adalah periode keemasan dalam dinasti kekhalifahan dinasti Abbasiyyah (132-656 H/750-1258 M).
?  Judul yang dipiliih oleh Abu Yusuf adalah al-kharaj yang artinya adalah pajak, terutama pajak tanah. Judul ini memberi kesan amat mendalam tentang urgensi kharaj dalam keungan publik islam terutama sebagai pemasukan dan penerimaan Negara.
?  Sekalipun judulnya berhubungan dengan pajak dan keuangan publik, tidak berarti bahwa kitab ini membatasi dirinya hanya pada persoalan tersebut. Sebenarnya imam abu yusuf juga menjelaskan persoalan-persoalan ekonomi yang tidak kalah pentingnya dengan perpajakan.
b.   Kerangka Umum Kitab al-Kharaj
Abu Yusuf merupakan ahli fiqih pertama yang mencurahkan perhatiannya pada permasalahan ekonomi. Tema yang kerap menjadi sorotan dalam kitabnya terletak pada tanggung jawab ekonomi penguasa terhadap pemenuhan kebutuhan masyakat, pentingnya keadialan, pemerataan dalam pajak serta kewajiban pnguasa untuk menghargai uang publik sebagai amanah yang harus digunakan sebaik-baiknya.[7]
Berdasarkan hasil pengamatan dan penalarannya, Abu Yusuf menganalisa permasalahan-permasalahan fiskal dan menganjurkan beberapa kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia senantiasa menggunakan ayat-ayat dan hadits-hadits serta asar yang relevan untuk mendukung pilihan kebijakan yang diadopsi.
Kontribusi yang lain adalah dengan menunjukkan keunggulan sistem pajak proporsional (muqasamah) menggantikan sistem pajak tetap (misahah/wazifah) pada tanah. Beliau juga menekankan pengawasan pada petugas pengumpul pajak untuk mencegah korupsi dan menghilangkan penindasan.
Al-kharaj juga memuat persoalan-persoalan yang berhubungan dengan perdagangan internasional yang terjalin antara daulah islamiyyah dengan Negara-negara tetangga ketika yaitu seperti Romawi, India, China dan lain-lain.
Dalam Kitab al-Kharaj pemikiran Abu Yusuf mencakup berbagai bidang, antara lain [8]:
1. Tentang pemerintahan, dimana Abu Yusuf mengemukakan bahwa seorang penguasa bukanlah seorang raja yang dapat berbuat secara diktator. Seorang khalifah adalah wakil Allah yang ditugaskan dibumi untuk melaksanakan perintah Allah. Oleh karena itu, harus bertindak atas nama Allah SWT. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat, Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fikih yang sangat popular, yaitu tasarruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manutun bi al-maslahah (setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka).
2. Tentang keuangan, Abu Yusuf menyatakan bahwa uang negara bukan milik khalifah, tetapi amanat Allah SWT dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
3. Tentang pertanahan, Abu Yusuf berpendapat bahwa tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada yang lain.
4. Tentang perpajakan, Abu Yusuf berpendapat bahwa pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.
5. Tentang peradilan, Abu Yusuf mengatakan bahwa suatu peradilan adalah keadilan yang murni, menetapkan hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang subhat (sesuatu yang tidak pasti). Kesalahan dalam mengampuni lebih baik daripada kesalahan dalam menghukum.
c.    Mekanisme Pengelolaan Al-Kharaj
Kharaj merupakan pajak khusus yang diberlakukan Negara atas tanah-tanah produktif yang dimiliki rakyat. Bahkan pada kasus tertentu, Negara memiliki hak untuk menyita tanah yang berpotensi, namun ditelantarkan oleh pemiliknya atas dasar alasan kemaslahatan. Besarnya paja jenis ini menjadi hak perogratif Negara dalam penentuannya, dan sebaliknya besarannya ditentukan berdasarkan kondisi perekoinomian yang ada.Dengan karakteristik seperti ini, kharaj dapat menjadi instrument fiskal yang dapat diandalkan Negara untuk mendukung program-program pembangunan negara [9]
d.   Manajemen Pengelolaan Al-Kharaj
Dari kitab al-kharaj kita juga mencatat bahwa sebenarnya telah terjadi proses penyelewengan dari ketentuan-ketentuan syariah dan pelanggaran terhadap prinsip keadilan dalam menyelenggarakan keuangan publik dalam beberapa kurun sesudah khulafaur rasyidin sampai periode kekhilafahan harun ar rasyid pada masa beliau hidup. Bahkan indikasi adanya KKN dalam bidang ini dapat diduga, target penerimaan kharaj tidak tercapai. Kalaupun tercapai, hal itu tetap menyisakan persoalan lain yang tidak kalah bahayanya yaitu kezaliman yang ditimpakan kepada para pembayar kharaj [10]
Dalam hal ini tampak jelas beliau berfikir secara makro yang dilandasi oleh prinsip keadilan yang dijunjung tinggi oleh syariah. Kebijakan yang menolak taqbil dalam pengumpulan pajak. Taqbil adalah sebuah sistem pengumpulan kharaj di mana seseorang, biasanya dari penduduk lokal, mengajukan dirinya sendiri kepada penguasa untuk bertanggung jawab bagi pemungutan dan penghimpunan kharaj diwilayahnya. Dia sendiri yang menentukan target penerimaan sementara pemerintah lokal cukup menerima hasilnya sebagai penerima bersih.
2.    Sistem keuangan publik
Prinsip-prinsip umum keuangan publik sebagai salah satu aktivitas ekonomi yang penting bagi Negara telah dibahas dalam al-qur’an. Walaupun tidak dijelaskan secara terperinci mengenai kebijakan fiskal, akan tetapi ada beberapa pelajaran dan petunjuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman.
Kebijakan fiskal ataupun kebijakan yang berhubungan dengan keuangan publik islam memiliki beberapa instrumen sebagai variabel penerimaan dana bagi Negara, diantaranya zakat, khoroj, jizyah, khums, usyr dan lain-lain[11]. Dalam kitab al-kharaj, memang tidak ada satu judul khusus tentang pos-pos penerimaan Negara, tetapi secara umum penerimaan Negara dalam daulah islamiyah yang ditulis oleh abu yusuf dapat diklsifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu:[12]
1.      Ghanimah, adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir melalui peperangan. Harta tersebut biasanya berupa uang, senjata, barang-barang dagangan, bahan pangan, dan lainnya. Abu yusuf menyebutkan masalah ghanimah diawaal pembahasan tentang pemasukan Negara. Boleh jadi, pada masa itu proses ekspansi wilayah masih berjalan sekalipun tidak terlalu besar. Karena itu pemasukan ghanimahntetap ada dan menjadi bagian penting dalam keuangan publik. Karena sifatnya tidak rutin, maka pos ini dapat digolongkan sebgai pemasukan yang tidak tetap bagi Negara.
2.      Shadaqah, sebagai salah satu instrumen keuangan Negara, zakat tetap menjadi salah satu sumber keuangan Negara pada saat itu.
3.      Harta Fay’
Adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslim dari orang kafir tanpa peperangan, termasuk harta yang mengikutinya yaitu kharaj tanah tersebut, jizyah perorangan dan Usyur dari perdagangan.
Semua harta Fay’ dan harta-harta yang mengikutinya berupa kharaj, jizyah dan Usyur merupakan harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum muslim dan disimpan dalam Bait al-Mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan tetap bagi negara.  Harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan mereka.
-            Jizyah adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim yang hidup di negara dan pemerintahan Islam sebagai imbalan atas perlindungan hukum, kemerdekaan, keselamatan jiwa dan harta mereka.
-            Ushr adalah zakat atas hasil pertanian dan bea cukai yang dikenakan kepada pedagang muslim maupun non muslim yang melintasi wilayah Daulah Islamiyah, yang dibayar hanya sekali dalam setahun. Untuk pengelolaan zakat pertanian ditentukan sebagai berikut, jika pengelolaan tanah menggunakan teknik irigasi ditentukan 5 persen dan jika pengelolaan tanah menggunakan teknik irigasi tadah hujan ditentukan 10 persen. Bea cukai untuk pedagang muslim dikenakan 2,5 persen sedangkan untuk orang-orang yang dilindungi dikenakan 5 persen.
-            Kharaj adalah pajak atas tanah atau bumi yang pada awalnya dikenakan terhadap wilayah yang ditaklukkan melalui perang ataupun karena pemilikan mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslim.
3.       Pemikiran Abu Yusuf Tentang Khoroj
a.      Klasifikasi Status Tanah
Setelah Rasulullah SAW wafat, terjadi ekspansi negara Islam dengan tunduknya Byzantium, Mesir, Palestina, Syria, tanah Sasnid di Iraq dan Persia.  Abu Yusuf menekankan bahwa pemerintah mempunyai otoritas dan hak untuk membagikan tanah tersebut kepara para pejuang sebagai Ganimah. Namun, lebih baik jika pemerintah memutuskan mengembalikan tanah kepada pemiliknya dan menarik Kharaj dari mereka sebagai pendapatan tetap bagi negara untuk kesejahteraan umat Islam.  Jadi, status tanah tersebut menjadi tanah  kharaj.
Dibawah ini dijelaskan perpajakan tanah menurut Abu Yusuf yang didalamnya meliputi status dan jenis pajak yang akan dikenakan:[13]
1.    Wilayah lain (di luar Arabia) dibawah kekuasaan Islam, dibagi 3 bagian.
a.    Wilayah yang diperoleh melalui peperangan.
b.   Wilayah yang diperoleh melalui perjanjian damai.
c.    Wilayah yang dimiliki oleh muslim di luar arabia.(usyr)
2.    Wilayah yang berada dibawah perjanjian damai, dibagi 2 bagian.
a.    Penduduknya yang kemudian masuk Islam (Usyr)
b.   Mereka yang tidak memeluk Islam (Kharaj)
3.    Tanah taklukkan, dibagi 4.
1.   Ketika penduduknya masuk Islam sebelum kekalahan. (Usyur)
2.   Apabila tanah taklukkan tidak dibagikan dan tetap dimiliki (Kharaj)
3.   Jika khalifah membagikan tanah tsb untuk pejuang (Usyur)
4.   Jika ditahan oleh negara (Usyur dan Kharaj)
b.      Kepemilikan Negara
Kebijakan fiskal Islam tentang tanah-tanah yang sangat luas yang ada di jazirah arab yang tidak dimiliki oleh siapapun atau tidak bertuan akan segera diambil oleh negara. Negara sebagai pemilik tanah-tanah kosong memiliki otoritas untuk memberikannya kepada seseorang dengan tujuan agar tanah tersebut dapat digarap dan memberikan pendapatan bagi negara melalui pajak tanah.  Ada dua metode yang dilakukan negara dalam pemberian tanah kepada warga negaranya, yaitu melalui pemberian secara resmi melalui institusi iqta dan melalui perolehan hak karena menghidupkan tanah yang mati.[14]
1.  Institusi Iqta
Iqta merupakan prosedur dari pemberian tanah kosong yang dilakukan oleh negara.  Dalam sisitem fiskal Islam, istilah itu mengarah pada penganugerahkan tanah kosong sebagai sebuah hadiah dari negara untuk seseorang yang dapat mengembangkan dan mengolah tanah.  Abu Yusuf merekomendasikan bahwa para penguasa boleh memberikan tanah-tanah yang tidak dimiliki siapapun sebagai iqta.
2.  Menghidupkan Tanah yang Mati
Pada prinsipnya tanah yang mati itu milik negara.  Namun, bagi warga kepemilikannya berhubungan dengan usahanya mengelola lahan yang mati tersebut.  Sudah menjadi aturan umum, bahwa siapapun yang menghidupkan lahan tersebut akan menjadi pemiliknya.  Abu Yusuf  mengatakan usaha itu termasuk membajak, menabur dan mengairi tanah.
Dalam pandangannya tentang masalah tanah dan pertanian, Abu Yusuf mengemukakan dalam Kitab al-Kharaj: Menggarap tanah tak produktif sangat dihargai oleh Rasulullah SAW dan menyia-nyiakannya sangat tidak disukai. Itu mengikuti hadist Rasulullah SAW: “Pemilik asli tanah itu adalah Allah SWT dan Rasulullah SAW dan kalian sesudah itu. Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati (tak digarap) merupakan perbuatan yang amat mulia. [15]
Untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih besar dengan cara penyediaan fasilitas dalam perluasan lahan pertanian, Abu Yusuf lebih cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil produksi pertanian para penggarap daripada penarikan sewa dari lahan pertanian.
c.       Metode Penetapan Tarif Kharaj
Kharaj hanya dikenakan pada tanah yang termasuk kedalam kategori khorojiyah. Ada 2 metode yang dilakukan dalam penilaian Kharaj, yaitu[16]
1.    Metode Misahah adalah metode penghitungan kharaj yang didasarkan pada pengukuran tanah tanpa memperhitungkan tingkat kesuburan tanah, sistem irigasi dan jenis tanaman.
2.    Metode Muqasamah adalah para petani dikenakan pajak dengan menggunakan rasio tertentu dari total produksi dari yang mereka hasilkan.
Menurut Abu Yusuf, sistem misahah, sudah tidak efisien lagi.  Dia menemukan pada masanya ada area-area yang tidak diolah selama ratusan tahun.  Pada situasi ini pajak yang dihasilkan dengan tarif tetap atas hasil panen atau sejumlah tetap dari uang tunai akan membebani pembayar pajak secara berlebihan.  Menurut beliau, tarif pajak tetap dengan basis pengukuran tanah dibenarkan hanya apabila tanah itu subur. Abu Yusuf memberikan pilihan kebijakan yang lebih sesuai dengan syariah, kemaslahatan umum dan sistem perpajakan, yaitu dengan merekomendasikan pemberlakuan sistem penilaian pajak tanah dengan metode muqasamah.
Dalam metode penilaian pajak tanah muqasamah, para petani dikenakan pajak dengan menggunakan rasio tertentu dari total produksi dari yang mereka hasilkan.  Rasio ini bervariasi sesuai dengan jenis tanaman, sistem irigasi dan jenis tanah pertanian. Abu Yusuf merekomendasikan tarif yang berbeda dengan mempertimbangkan irigasi yang digunakan. Tarif yang ditetapkan olehnya adalah [17]:
1)      40 % dari produksi yang diirigasi oleh hujan alami
2)      30 %  dari produksi yang diirigasi oleh hujan buatan
3)      ¼ dari produksi panen musim panen
d.      Administrasi Khoroj
Terhadap administrasi keuangan Abu Yusuf mempunyai pandangan berdasarkan pengalaman praktis tentang administrasi pajak dan dampaknya terhadap ekonomi.  Penekanannya pada sifat administrasi pajak berpusat pada penilainnya yang kritis terhadap lembaga Qabalah, yaitu sistem pengumpulan pajak pertanian dengan cara ada pihak yang menjadi penjamin serta membayar secara lumpsum kepada negara dan sebagai imbalannya penjamin tersebut memperoleh hak untuk mengumpulkan kharaj dari para petani yang menyewa tanah tersebut, tentu dengan pembayaran sewa yang lebih tinggi daripada sewa yang diberikan kepada negara.
Abu Yusuf meminta agar pemerintah segera menghentikan praktik sistem Qabalah tersebut karena pengumpulan pajak yang dilakukan secara langsung, tanpa keberadaan pihak penjamin akan mendatangkan pemasukan yang lebih besar.  Menurutnya, agar dapat memperoleh keuntungan dari kontrak Qabalah, biasanya pihak penjamin mengenakan pajak yang melebihi kemampuan para petani.
Penolakan Abu Yusuf tersebut disebabkan sistem Qabalah bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan mengabaikan kemampuan membayar.  Dalam mengejar keuntungan, penjamin biasanya memberikan beban tambahan terhadap para petani dengan menerapkan beban ilegal yang melampaui kemampuan mereka.  Dengan menerapkan pandangan analitis dan logika hukumnya, Abu Yusuf berpendapat bahwa perlakuan kasar terhadap para petani dan pengenaan pajak ilegal kepada mereka tidak saja akan merusak produksi pertanian, tetapi juga pendapatan negara yang mayoritas berasal dari Kharaj.
4.      Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf
Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah.  Dengan kata lain pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva demand.  Fenomena inilah yang dikritisi oleh Abu Yusuf.  Beliau membantah bahwa bila persediaan barang sedikit maka harga akan mahal dan bila persediaan barang melimpah maka harga akan murah. Ia menyatakan :
” Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah.”[18]                      
Dari pernyataan tersebut tampaknya Abu Yusuf menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara persediaan barang (supply) dan harga, karena pada kenyataannya harga tidak bergantung pada permintaan saja tetapi juga bergantung pada kekuatan penawaran.  Oleh karena itu peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan peningkatan atau penurunan permintaan atau penurunan atau peningkatan dalam produksi.  Abu Yusuf mengatakan :
 ” Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan.  Hal tersebut ada yang mengaturnya.  Prinsipnya tidak bisa diketahui.  Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan karena kelangkaan makanan.  Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah.”
Kontroversial lain dalam analisis ekonomi Abu Yusuf ialah pada masalah pengendalian harga.  Ia menentang penguasa yang menetapkan harga.  Argumennya didasarkan pada hadis Rasulullah SAW,
”Pada masa Rasulullah Saw, harga-harga melambung tinggi. Para sahabat mengadu kepada Rasulullah dan memintanya agar melakukan penetapan harga.  Rasulullah Saw bersabda tinggi-rendahnya harga barang merupakan bagian dari ketentuan Allah, kita tidak bisa mencampuri urusan dan ketetapan-Nya”
Dilain pihak, Abu Yusuf juga menegaskan bahwa ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi, tetapi ia tidak menjelaskannya lebih rinci. Bisa jadi variabel itu adalah pergeseran dalam perintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang.
Abu Yusuf,. memberikan konsep teori permintaan dan penawaran dan pengaruhnya terhadap harga, dia menyatakan, "Tidak ada batas pasti akan murahnya dan mahalnya harga barang yang dapat dipastikan. Ini adalah keputusan dari langit 'tidak diketahui bagaimana? Murahnya harga tidak disebabkan oleh banyaknya makanan , dan bukan pula mahalnya harga bukan disebabkan oleh kelangkaan. Kesemuanya tunduk pada perintah dan keputusan Allah. Kadang-kadang makanan yang banyak harganyapun tinggi namun kadang-kadang barang yang tersedia sedikit namun murah "[19]
Dari pernyataan ini Abu Yusuf telah membantah fenomena umum hubungan negatif antara persediaan dan harga. Benar bahwa harga tidak tergantung hanya pada persediaan. Sama pentingnya juga adalah kekuatan permintaan. Oleh karena itu, peningkatan atau penurunan harga belum tentu terkait dengan penurunan atau peningkatan produksi. Memaksakan pada kesimpulan ini Abu Yusuf mengatakan bahwa ada beberapa alasan lain juga, yang ia tidak dapat sebutkan



BAB III
KESIMPULAN


1.    Ekonomi Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi dunia. Hanya saja, kenyataan bahwa ekonomi Islam pernah mengalami masa kejayaan selama beberapa abad, dibelokkkan oleh pemikiran kapitalis. Padahal jauh sebelum adanya pemikiran kapitalis, sejumlah pemikir Islam telah memberikan sumbangan pemikirannnya yang sangat besar terhadap ekonomi dunia, walaupun para pemikir Islam tersebut berasal dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda.
2.    Pemikiran Abu Yusuf dalam konsep-konsep ekonomi terfokus pada bidang perpajakan dan pengolahan lahan pertanian, yang dituangkannya dalam Kitab al-Kharaj. Selain itu, beliau juga memberikan pendapatnya dalam hal mekanisme pasar terhadap permintaan dan penawaran harga. Abu Yusuf memberikan pandangan yang singkat, jelas, dan padat dalam permasalahan ekonomi.
3.    Dalam masalah perpajakan, Abu Yusuf menganjurkan sistem pajak yang proporsional, seimbang dan berdasarkan prinsip keadilan.
4.    Dalam masalah pertanian, untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih besar dengan cara penyediaan fasilitas dalam perluasan lahan pertanian, Abu Yusuf lebih cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil produksi pertanian para penggarap daripada penarikan sewa dari lahan pertanian.
5.    Dalam hal mekanisme pasar, Abu Yusuf memberikan pandangan yang berbeda dengan pendapat umum, dimana harga yang mahal bukan berarti terdapat kelangkaan barang dan harga yang murah bukan berarti jumlah barang melimpah, tetapi ada variabel-variabel lain yang menentukan pembentukan harga. Abu Yusuf juga menentang penguasa menentukan harga.



DAFTAR PUSTAKA


Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Gramata Publishing, 2010)
Basri, Ikhwan Abidin, Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik, (Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2008)
Ambardi, Abu Fitri, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, http : //  abufitriambardi.blogspot.com/2010/09/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-abu.html
Asmuni,  Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf dan Ibn Adam, http ://hauzahrinjani .com/admin/download/Artikel%20Millah.rtf.








[1] http://din07130062.wordpress.com/2009/05/11/pemikiran-ekonomi-islam-klasik-abu-yusuf/

[2] http://din07130062.wordpress.com/2009/05/11/pemikiran-ekonomi-islam-klasik-abu-yusuf/

[3] http://lvru.blogspot.com/2008/08/pokok-pokok-pemikiran-abu-yusuf.html

[4] Abu Fitri Ambardi, http://abufitriambardi.blogspot.com/2010/09/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-abu.html
[6] Ikhwan Abidin Basri, Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik, (Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2008),H.29.
[7] Ibid, h. 118.
[8] http://lvru.blogspot.com/2008/08/pokok-pokok-pemikiran-abu-yusuf.html

[9] Ibid, h. 33.
[10] Ibid, h. 37
[11] Ikhwan abidin basri, op.cit., h.47
[12] Euis Amalia, op.cit., h. 119
[13] Abu Fitri Ambardi, http://abufitriambardi.blogspot.com/2010/09/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-abu.html


[14] Euis Amalia, op.cit,.h. 126
[15] http://lvru.blogspot.com/2008/08/pokok-pokok-pemikiran-abu-yusuf.html
[16] http://abufitriambardi.blogspot.com/2010/09/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-abu.html

[17] Euis Amalia, op.cit,. h. 128.
[18] http://abufitriambardi.blogspot.com/2010/09/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-abu.html

[19] http://www.seputarforex.com/forum/index.php?topic=3739.0

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Mistisisme Rabi'ah Al-adawiyah

PASAR MODAL SYARIAH

@ kata2 cerdas