PASAR MODAL SYARIAH

PASAR MODAL SYARIAH


A.      Pengertian
Pasar Modal[1] adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan modal, seperti obligasi dan efek. Pasar modal berfungsi menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.
Pasar modal syari’ah (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk utang (obligasi) maupun modal sendiri (saham). Kegiatan pasar modal di Indonesia di atur dalam UU No.8 tahun 1995 (Undang-Undang Pasar Modal / UUPM).
Pasar Modal Syari’ah[2] dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).

B.       Landasan hukum
1.      Al-Qur’an
v Qs. Al-baqarah ayat 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَوا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan  riba  tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran  penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata , sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti , maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu  ; dan urusannya  kepada Allah. Orang yang kembali , maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah : 275).

v QS. Al-Baqarah Ayat 278-279
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَتَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah : 278-279).

v QS. An-Nisa Ayat 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
 “Hai orang yavng beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”  (QS. an-Nisa’ : 29).

v QS. Al-Jumuah Ayat 10

“…Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS. Al Jumu’ah : 10).

v QS. Al-Maidah Ayat 1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu . Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.  dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Ma’idah [5]: 1).
2.    Hadits
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ (رواه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت وأحمد عن ابن العباس ومالك عن يحي)
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain” (HR. Ibn Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya).

لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ (رواه الخمسة عن حكيم بن حزام)

“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (HR. Al Khomsah dari Hukaim bin Hizam)

لاَيَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ، وَلاَشَرْطَانِ فِيْ بَيْعٍ، وَلاَرِبْحُ مَا لَمْ يَضْمَنْ، وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ (رواه الخمسة عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده، وصححه الترمذي وابن خزيمة والحاكم).
“Tidak halal (memberikan) pinjaman dan penjualan, tidak halal (menetapkan) dua syarat dalam suatu jual beli, tidak halal keuntungan sesuatu yang tidak ditanggung resikonya, dan tidak halal (melakukan) penjualan sesuatu yang tidak ada padamu” (HR. Al Khomsah dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya).

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه البيهقي عن ابن عمر)
“Rasulullah s.a.w. melarang jual beli (yang mengandung) gharar” (HR. Al Baihaqi dari Ibnu Umar)

إنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ (متفق عليه)
“Rasulullah s.a.w. melarang (untuk) melakukan penawaran palsu” (Muttafaq ‘alaih)

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ (رواه أبو داود والترمذي والنسـائى)

“Nabi s.a.w. melarang pembelian ganda pada satu transaksi pembelian” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i).

لاَ تَبِعَنَّ شَيْئًا حَتَّى تَقْبِضَهُ  (رواه البيهقى عن حكيم بن حزام)

“Tidak boleh menjual sesuatu hingga kamu memilikinya” (HR Baihaqi dari Hukaim bin Hizam)

اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف).

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Al-Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).

إنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَا خَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا (رواه أبو داود والدارقطني والحاكم والبيهقي)

“Rasulullah s.a.w. bersabda, Allah Ta’ala berfirman:”Aku adalah Pihak ketiga dari dua Pihak yang berserikat selama salah satu Pihak tidak mengkhianati yang lainnya. Maka, apabila salah satu Pihak mengkhianati yang lain, Aku pun meninggalkan keduanya” (HR Abu Dawud, al-Daraquthni, al-Hakim, dan al-Baihaqi).

عن معمر بن عبد الله عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَ خَاطِئٌ (رواه مسلم)
“Dari Ma’mar bin Abdullah, dari Rasulullah s.a.w. bersabda: Tidaklah melakukan ihtikar (penimbunan/monopoli) kecuali orang yang bersalah” (HR Muslim).

3.    Kaidah Fikih:
ألأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ مَا لَمْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya.”

لاَ يَجُوْزُ ِلأَحَدٍ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْ مِلْكِ الْغَيْرِ بِلاَ إِذْنِهِ

“Tidak boleh melakukan perbuatan hukum atas milik orang lain tanpa seizinnya.”
4.      Keputusan dan Rekomendasi Lokakarya Alim Ulama tentang Reksa Dana Syariah tanggal 24-25 Rabi’ul Awal 1417 H/ 29-30 Juli 1997 M.
5.      Undang-Undang RI nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
6.      SK DSN - MUI No. 01 Tahun 2001 tentang Pedoman Dasar Dewan syariah Nasional.
7.      Nota Kesepahaman antara DSN-MUI dengan Bapepam tanggal 14 Maret 2003 M./ 11 Muharram 1424 H dan Pernyataan Bersama Bapepam, APEI, dan SRO tanggal 14 Maret 2003 tentang Kerjasama Pengembangan dan Implementasi Prinsip Syariah di Pasar Modal Indonesia.
8.      Nota Kesepahaman antara DSN-MUI dengan SRO tanggal 10 Juli 2003 M/ 10 Jum. Awal 1424 H tentang Kerjasama Pengembangan dan Implementasi Prinsip Syariah di Pasar Modal Indonesia.
9.      Workshop Pasar Modal Syariah di Jakarta pada 14-15 Maret 2003 M/11-12 Muharram 1424 H.
10.  Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Sabtu, tanggal 08 Sya’ban 1424 H./04 Oktober 2003 M.
C.      Sejarah Pasar Modal
Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.
Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo.
1.    Zaman Penjajahan[3]
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan.
Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Sedangkan Efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa.
Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co.
Perkembangan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.


2.      Pasar Modal Orde Lama[4]
a.    Aktif Kembali
Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia.
Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat.
Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.
b.    Masa Konfrontasi
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.
Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama
3.      Pasar Modal Orde Baru[5]
Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.
Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.
Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.
Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.
Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu:  
a.       Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987)
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.
Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
b.      Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 88)
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.
Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
c.       Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 88)
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.
4. Sejarah Bapepam[6]
a.    Kelahiran Bapepam
Pada waktu Pasar Modal dihidupkan kembali tahun 1976, dibentuklah Bapepam, singkatan dari Badan Pelaksana Pasar Modal.Menurut Keppres No.52/1976, Bapepam bertugas:
1)   Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui Pasar Modal apakah telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sehat serta baik;
2)   Menyelenggarakan Bursa Pasar Modal yang efektif dan efisien;
3)   Terus-menurus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-sahamnya melalui pasar modal.
Bapepam dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat oleh Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya ia bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan.
b. Akhir Dualisme
Pada mulanya, selain bertindak sebagai penyelenggara, Bapepam sekaligus merupakan pembina dan pengawas. Namun akhirnya dualisme pada diri Bapepam ini ditiadakan pada tahun 1990 dengan keluarnya Keppres No. 53/1990 dan SK Menkeu No. 1548/1990.
Keluarnya Keppres 53 tentang Pasar Modal dan SK Menkeu No. 1548 tahun 1990 itu menandai era baru bagi perkembangan pasar modal. Dualisme fungsi Bapepam dihapus, sehingga lembaga ini dapat memfokuskan diri pada pengawasan pembinaan pasar modal.
Dengan fungsi ini, Bapepam dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur wajar, efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dibandingkan dengan tugas pokok Securities Exchange Commission (SEC) di Amerika Serikat, tugas ini hampir sama. SEC bertugas menjaga keterbukaan pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi kepentingan masyarakat investor dari malpraktik di pasar modal.
5.    Pasar Modal Syariah Indonesia[7]
Sejalan dengan perkembangan paradigma ekonomi Islam, pasar modal syariah pun mulai berkembang di berbagai negara. Perkembangan pasar modal syariah sebagai salah satu sektor lembaga keuangan syariah tidah hanya terjadi pada negara mayoritas muslim. Pada Februari 1999 Dow Jones Index (Amerika Serikat) meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index. Selain itu sejumlah negara Timur Tengah juga tercatat telah memiliki lembaga keuangan syariah sejenis.
Tertanggal 14-15 Maret 2003 Bapepam-LK menandatangani nota kesepahaman dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Peristiwa ini selanjutnya menandai dimulainya transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia. Perkembangan pasar modal syariah Indonesia kemudian didukung dengan peningkatan perusahaan yang listing pada Jakarta Islamic Index (JII) serta terjadinya penawaran umum obligasi dan reksadana syariah.
Kinerja saham pada awal keberadaan pasar modal syariah menunjukan kinerja yang baik. Tercatat telah terjadi kenaikan JII sebesar 38,60% dibandingkan pada akhir tahun 2003. Selain itu, kapitalisasi pasar saham juga mengalami peningkatan signifikan sebesar 46,06% dari Rp177,78 triliun menjadi Rp259,66 triliun pada akhir Desember 2004.
Menurut statistik Standard & Poor’s-Islamic Finance Outlook 2010, pada tahun 2009 jumlah sukuk yang diterbitkan oleh negara-negara di Asia mencapai 63,9% dari keseluruhan penerbitan secara global, di mana 54,1%  dari total penerbitan di Asia tersebut atau sekitar 48% dari penerbitan secara global merupakan sukuk yang diterbitkan oleh Malaysia (65 sukuk). Sedangkan Indonesia secara pasar global merupakan negara ke-4 terbanyak penerbit sukuk atau sebesar 7% dari total penerbitan di Asia.
Selama ini otoritas pengawasan pasar modal syariah berada pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Sementara, dalam menentukan serta menyeleksi efek syariah, Bapepam-LK dibantu oleh DSN-MUI. Dalam meningkatkan kepatuhan pasar modal syariah terhadap pelaksanaan prinsip syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DAS) serta Tim Ahli Syariah (TAS).
D.      Fungsi Pasar Modal Syariah
Menurut metwally (1995, 177) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah[8] :
1.      Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2.      Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
3.      Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya
4.      Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
5.      Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
E.  Karakter Pasar Modal Syariah
Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah (Metwally, 1995, 178-179) adalah sebagai berikut[9] :
1.    Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
2.    Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang
3.    Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan
4.    Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap  perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali
5.    Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
6.    Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
7.    Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
8.    Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST
9.    Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST
F.       Struktur pasar modal Indonesia
G.      Produk-Produk Syariah Di Pasar Modal[10]
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi:


1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
a.    Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
b.    Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)   Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
¥ Perjudian dan permainan yang tergolong judi;
¥ Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
¥ Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
¥ Bank berbasis bunga;
¥ Perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
2)   Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
3)   Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
4)   Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
5)   Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
6)   Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
Jumlah saham syariah yang tercatat di BEI sejak Daftar Efek Syariah (DES) periode pertama (30 November 2007) sampai dengan periode terbaru adalah sebagai berikut[11]:
Periode
Tanggal Terbit
Saham Syariah
I
30 Nov 2007
164
II
30 Mei 2008
180
III
28 Nov 2008
185
IV
29 Mei 2009
177
V
30 Nov 2009
186
VI
27 Mei 2010
194
VII
29 Nov 2010
 209



Perkembangan Saham Syariah[12]
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut : “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
? Aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
? Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
? Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
? Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau
? Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)
a.    Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
b.        Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
F Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
F Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
F Sertifikat salam.
F Sertifikat istishna.
F Sertifikat murabahah.
F Sertifikat musyarakah.
F Sertifikat muzara’a.
F Sertifikat musaqa.
F Sertifikat mugharasa.
Sukuk yang pertama kali dicatatkan di BEI adalah sukuk PT Indosat Tbk. pada September 2002 dengan menggunakan akad mudharabah. Landasan fatwa yang digunakan untuk menerbitkan obligasi mudharabah pada saat itu adalah fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. Selanjutnya, pada tahun 2004 terbit obligasi syariah dengan menggunakan akad ijarah dengan berdasarkan kepada fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Berdasarkan peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, yang dimaksud dengan[13]:
?  Akad Mudharabah (qiradh) adalah perjanjian (akad) dimana Pihak yang menyediakan dana (Shahib al-mal) berjanji kepada pengelola usaha (mudharib) untuk menyerahkan modal dan pengelola (mudharib) berjanji untuk mengelola modal tersebut.
?  Akad Ijarah adalah perjanjian (akad) dimana Pihak yang memiliki barang atau jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberi jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah (ujrah), tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi obyek Ijarah.
Jumlah sukuk yang telah dicatatkan di BEI sejak DES periode pertama sampai dengan DES periode terbaru adalah sebagai berikut[14]:
Periode
Tanggal Terbit
Saham Syariah
I
30 Nov 2007
164
II
30 Mei 2008
180
III
28 Nov 2008
185
IV
29 Mei 2009
177
V
30 Nov 2009
186
VI
27 Mei 2010
194
VII
29 Nov 2010
 209



c.       Perkembangan Penerbitan Sukuk[15]
 





3. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997. Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
§  Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya.
§  Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect.
§  Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
§  Risiko politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.
Perkembangan Reksa Dana Syariah[16]
H.      Indeks harga saham
Dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Jakarta Islamic Index terdiri atas 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan syariah Islam.
Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.
Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management. Sedangkan untuk menetapkan saham-saham yang akan masuk dalam perhitungan JII dilakukan dengan urutan seleksi sebagai berikut[17]:
1.    Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
2.    Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.
3.    Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.
4.    Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.
Perhitungan JII dilakukan oleh Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan metode perhitungan indeks yang telah ditetapkan Bursa Efek Jakarta, yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar (market cap weighted). Perhitungan indeks ini juga mencakup penyesuaian-penyesuaian (adjustment) akibat berubahnya data emiten yang disebabkan oleh aksi korporasi.
Indeks syariah atau Jakarta Islamic index (JII)[18]
Pada saat ini, BEI hanya memiliki JII sebagai satu-satunya indeks yang menggambarkan kinerja saham syariah di Indonesia. JII pertama kali diluncurkan oleh BEI (pada saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 2000. Meskipun demikian, agar dapat menghasilkan data historikal yang lebih panjang, hari dasar yang digunakan untuk menghitung JII adalah tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks dasar sebesar 100. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG yaitu berdasarkan Market Value Weigthed Average Index dengan menggunakan formula Laspeyres.
Saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari 30 saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar. BEI melakukan review JII setiap 6 bulan, yang disesuaikan dengan periode penerbitan DES (Daftar Efek Syariah) oleh Bapepam & LK. Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh Bapepam & LK yang dituangkan ke dalam DES, BEI melakukan proses seleksi lanjutan yang didasarkan kepada kinerja perdagangannya.
Adapun daftar saham JII yang telah diterbitkan Bursa Efek Indonesia berdasarkan Daftar Efek Syariah periode terbaru yang telah diterbitkan Bapepam & LK adalah sebagai berikut:
No.
Kode
Nama Emiten
1
AALI
Astra Agro Lestari Tbk
2
ANTM
Aneka Tambang (Persero) Tbk
3
ASII
Astra International Tbk
4
ASRI
Alam Sutera Realty Tbk
5
BKSL
Sentul City Tbk
6
BMTR
Global Mediacom Tbk
7
BRPT
Barito Pacific Tbk
8
BSDE
Bumi Serpong Damai Tbk
9
BWPT
BW Plantation Tbk
10
CPIN
Charoen Pokphand Indonesia Tbk
11
DEWA
Darma Henwa Tbk
12
ELSA
Elnusa Tbk
13
ENRG
Energi Mega Persada Tbk
14
INCO
International Nickel IndonesiaTbk
15
INTP
Indocement Tunggal Prakasa Tbk
16
ITMG
Indo Tambangraya Megah Tbk
17
KLBF
Kalbe Farma Tbk
18
LPKR
Lippo Karawaci Tbk
19
LSIP
PP London Sumatera Tbk
20
MNCN
Media Nusantara Citra Tbk
21
PTBA
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
22
SGRO
Sampoerna Agro Tbk
23
SMCB
Holcim Indonesia Tbk
24
SMGR
Semen Gresik (Persero) Tbk
25
TINS
Timah (Persero) Tbk
26
TLKM
Telekomunikasi Indonesia Tbk
27
TRAM
Trada Maritime Tbk
28
UNTR
United Tractors Tbk
29
UNVR
Unilever Indonesia Tbk
30
WIKA
Wijaya Karya (Persero) Tbk

Daftar Efek Syariah (DES)[19]
Daftar Efek Syariah (DES) adalah kumpulan Efek yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal, yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau Pihak yang disetujui Bapepam-LK. DES tersebut merupakan panduan investasi bagi Reksa Dana Syariah dalam menempatkan dana kelolaannya serta juga dapat dipergunakan oleh investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada portofolio Efek Syariah. DES yang diterbitkan Bapepam- LK dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu:
1.    DES Periodik
DES Periodik merupakan DES yang diterbitkan secara berkala yaitu pada akhir Mei dan November setiap tahunnya. DES Periodik pertama kali diterbitkan Bapepam-LK pada tahun 2007.
2.    DES Insidentil
DES insidentil merupakan DES yang diterbitkan tidak secara berkala. DES Insidentil diterbitkan antara lain yaitu:
a.       Penetapan saham yang memenuhi kriteria efek syariah syariah bersamaan dengan efektifnya pernyataan pendaftaran Emiten yang melakukan penawaran umum perdana atau pernyataan pendaftaran Perusahaan Publik.
b.      Penetapan saham Emiten dan atau Perusahaan Publik yang memenuhi kriteria efek syariah berdasarkan laporan keuangan berkala yang disampaikan kepada Bapepam-LK setelah Surat Keputusan DES secara periodik ditetapkan.
c.       Efek yang dapat dimuat dalam Daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh Bapepam- LK meliputi:
2 Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia;
2 Efek yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar;
2 Sukuk yang diterbitkan oleh Emiten termasuk Obligasi Syariah yang telah diterbitkan oleh Emiten sebelum ditetapkannya Peraturan ini;
2 Saham Reksa Dana Syariah;
2 Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif Reksa Dana Syariah;
2 Efek Beragun Aset Syariah;
2 Efek berupa saham, termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah dan Waran syariah, yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut:
a)    Tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b Peraturan Nomor IX.A.13;
b)   Memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
§  Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82% (delapan puluh dua per seratus);
§  Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus);
2 Efek syariah yang memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang diterbitkan oleh lembaga internasional dimana pemerintah indonesia menjadi salah satu anggotanya; dan
2 Efek Syariah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA






http://www.bapepam.go.id/old/profil/sejarah_orba.htm/262011

http://retz.blog.uns.ac.id/2011/04/14/pasar-modal-syariah-indonesia/1752011


http://www.agustiantocentre.com/?p=491/2252011



http://www.idx.co.id/Home/ProductAndServices/ShariaMarket/ShariaProducts/tabid/157/ language/id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011

http://www.idx.co.id/Home/ProductAndServices/ShariaMarket/ShariaProducts/tabid/157 /language/id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011




http://www.idx.co.id/Home /ProductAndServices/ShariaMarket /ShariaProducts /tabid /157/ language/id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011






[5] http://www.bapepam.go.id/old/profil/sejarah_orba.htm/262011

[7] http://retz.blog.uns.ac.id/2011/04/14/pasar-modal-syariah-indonesia/1752011
[9] http://www.agustiantocentre.com/?p=491/2252011

[11] http://www.idx.co.id /Home/ProductAndServices/ ShariaMarket/ShariaProducts/tabid/ 157/language/ id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011

[13] http://www.idx.co.id/Home/ ProductAndServices/ShariaMarket /ShariaProducts/tabid /157/ language/id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011
[14] http://www.idx.co.id/Home/ ProductAndServices/ShariaMarket /ShariaProducts/tabid/157 /language/id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011

[18] http://www.idx.co.id/Home /ProductAndServices/ShariaMarket /ShariaProducts /tabid /157/ language/id-ID/Default.aspx/diakses pada tanggal 22 Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Mistisisme Rabi'ah Al-adawiyah

@ kata2 cerdas

Perbincangan Qiyas dan Problematikanya